Asterlayna Raespati

Maka terbangunlah fajar di atas pucuk menara jade, dan burung-burung perak berkicau mungkinkah untukku?
Asterlayna Raespati, putri dari takhta yang sunyi, bunga dari pohon yang tidak berbuah. Begitulah namaku diguratkan di atas batu giok dan ditatah pada lonceng kerajaan. Tapi siapa yang tahu, bahwa nama itu pun terukir karena aku? Tak punya siapa-siapa selain diriku...

Di halaman dalam, dayang menyiapkan teh dari bunga mei yang dipetik saat embun pertama jatuh. Terkadang aku bertanya, aku berempati kepada mereka, seberapa banyak rakyatku yang tidak bisa menikmati teh ini? Mereka tidak seperti diriku.

Entah apa yang bisa aku lakukan selain merintih dalam diam. Sungguh aku yakin, wahai tuan dan nona, harga ikan di pasar selalu naik tiap bulannya. Tidakkah kamu juga merasakannya? Dan di antara semuanya, keringat mereka yang bekerja, rasanya ikut menggantung di antara garam dan asin pada dagingnya. 

Ataukah mereka? Sedang digrosir hanya untuk mengukir takhtaku selama ini? Aku tidak sanggup. 

"Putri itu harus selalu tersenyum... Kalau tidak, tidak bisa jadi teladan bagi masyarakat. Lalu kalau tidak... Kau akan digrosir dalam peti mati atau harus kabur ke negeri sebelah karena harga dirimu mati. Mau dicoba?" Guru Etiket berhasil membuatku senyampang senyap setiap malam. Bayangan itu tersimpan seberapa perih Ayah menekan inflasi tetapi Ibu menukar 5000 daging rakyat hanya untuk permata. Guru Etiket selalu menyuruhku untuk menekan emosiku. Beliau tidak kuat jika harus berkonfrontasi dengan perasaanku, emosiku, dan belengguku. Ataukah memang salahku karena mempunyai ekspresi?

“Putri tidak boleh duduk sebelum pangeran duduk,” kata Nyonya Pengasuh.
“Putri tidak boleh berpikir terlalu keras,” kata sang selir tua yang mencintai bayangan kekuasaan lebih dari kebenaran.

Ataukah memang benar, wahai hambaku, bahwa sebenarnya kaum perempuan bertakhta tinggi sepertiku memang terasingkan dari komponen masyarakat? Orang-orang sering menganggap bahwa kaum berkasta tinggi juga masih baguan dari masyarakat. Namun sebenarnya? Kami terpisah!! Atau sebagian dari mereka yang masih punya empati, pun merasa kesepian. Pierre Bourdieu, si filsuf Prancis pun bilang begitu. Katanya kami dilahirkan untuk punya selera yang berbeda dengan "babi-babi liar" jadinya kami terpisah dari komponen masyarakat. Kami hidup untuk... Uang, properti, prestise, dan kursi...

Jadi bilamana aku menjadi jahat tolong katakanlah kepadaku itu bukan salahku, wahai hamba. 

Sebab aku hanya hasil doktrin dari ibuku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AYHNER VON EINAR.

Obituari Argo Ericko Achfandi Lewat Pandangan Dewi Justitia