Ini Dia yang Terjadi Jika Rakyat Indonesia Sudah Tidak Tertarik Pada Politik. Pernahkah Terpikir?
PENGANTAR
Bicara politik tentu membuat sesuatu terlintas di pikiran kita, misalnya Negara Indonesia. Indonesia menganut Demokrasi Pancasila, yang merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Sebagai Demokrasi Pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945. Demokrasi merupakan sistem pemerintahan di mana rakyat menentukan, secara langsung atau tidak langsung, hukum dasar, kebijakan, administrasi, dan kewajiban suatu negara atau pemerintah lainnya.
Menurut Wikipedia (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Politik), “Politik adalah proses pembentukan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.” pada intinya, politik berkutat pada keaktifan dalam suatu negara dan tatanan negara. Nah, jadi sebenarnya politik itu apa, sih? Singkatnya, politik adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara
pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang
mengikat tentang kebaikan bersama. Pada keaktifan politik, harus terjadi keaktifan agar suatu mekanisme dapat terlaksana secara efektif.
Politik menggunakan berbagai metode, termasuk mempromosikan pandangan politik seseorang di antara orang-orang, bernegosiasi dengan subjek politik lainnya, membuat undang-undang, dan menggunakan kekuatan internal dan eksternal, serta perang melawan musuh. Politik dipraktikkan pada tingkat sosial yang berbeda, dari klan atau suku hingga masyarakat tradisional, melalui pemerintah daerah modern, perusahaan dan institusi hingga negara berdaulat dan tingkat internasional. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Politik)
Itu artinya, dalam suatu keaktifan politik harus menjamin keamanan negara. Politik tidak hanya bergerak aktif untuk keadilan rakyat, tetapi juga demi keamanan negara.
Agar dapat menjalankan idealisme yang disusun dalam suatu sistem, maka tidak hanya pemerintah yang harus bergerak aktif. Ketidaktahuan masyarakat akan berpolitik mencerminkan bahwa pendidikan politik tidak berperan secara maksimal dalam sebuah negara tersebut.
Oleh sebab itu, negara sangat bersangkutan dengan pendidikan warga negaranya, sehingga pendidikan harus diutamakan dan direncanakan dengan sebaik-baiknya.
Pendidikan politik harusnya membina dan mengembangkan pemahaman masyarakat dalam keaktifan politik demi meningkatkan berpartisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena masyarakat merupakan sumber daya insani potensial yang harus dikembangkan dan diakutualkan, serta perlu untuk menerima pendidikan politik yang lazim, supaya mampu berpartisipasi politik. Masyarakat hanya perlu dibimbing dan dinstruksikan agar memiliki keinginan untuk turut serta dalam aktivitas politik. (Hartono, 2015)
Ke-“GELAP”-an
Politik memang tidak selalu menjanjikan jalan yang lurus. Ada jalan yang perlu dipahami lebih lanjut, atau dapat disebut sebagai “giringan orang lain” agar yang aktif dalam politik terhuyung-huyung ke jurang terjal. Ada yang perlu dilawan, misalnya berbagai macam konflik politik. Nah, kita semua sudah mengetahui bahwa rakyat adalah pendukung terbesar dalam keaktifan politik. Semakin tidak ada rakyat yang tertarik dalam politik, sama saja dengan mematikan suatu sistem keamanan negara.
ANTISIPASI NEGARA,
Berikut merupakan peranan rakyat dalam antisipasi negara dan demokrasi;
1. Mengikuti pemilihan umum; pesta demokrasi Pemilihan Umum atau Pemilu ini diadakan secara teratur dengan asas Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) sesuai dengan ketentuan UUD 1945 Pasal 22E. Namun, rakyat yang bisa mengikuti Pemilu adalah yang sudah cukup umur menurut undang-undang. Pasal 27 ayat (1) UU Pilpres yang berbunyi, “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.”
Sedangkan Pasal 19 ayat (1) UU Pemilu Legislatif berbunyi, “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.”
2. Menjunjung tinggi asas demokrasi; sebagai contoh, masyarakat dapat melakukan voting. Warga Negara Indonesia dilarang menggunakan asas sistem pemerintahan di luar demokrasi. Misalnya tirani ataupun oligarki yang pada dasarnya adalah kebalikan dari demokrasi.
3. Ikut serta dalam perumusan undang-undang; rakyat memiliki kapasitas untuk mengajukan pembuatan serta perumusan undang-undang dalam sistem pemerintahan demokrasi. Tentunya, usulan rakyat akan disesuaikan dengan kebutuhan suatu tatanan negara juga masyarakat. Hal ini dilakukan agar keaktifan tujuan politik mencapai suatu instrumental yang adil. Rakyat dapat mengusulkan terkait perumusan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
4. Sebagai kontrol sosial demokrasi; rakyat memiliki kapasitas guna melaporkan pelanggaran asas demokrasi pada lembaga penegak hukum.
EKSISTENSI MANUSIA
Sebagai masyarakat kita tidak hanya dituntut untuk menjaga keamanan, tetapi juga memiliki identitas sebagai makhluk sosial. Itu artinya, manusia memiliki naluri yang membimbing tindakan manusia. Kehidupan bermasyarakat ini telah dijamin oleh hukum dan HAM yang telah ada, oleh sebab itu kriminalitas dalam suatu kenegaraan akan mendapatkan sanksi sesuai pertimbangan yang telah dilansir. Namun sebaliknya, jika manusia sudah tidak tertarik pada politik semua itu akan sirna begitu saja. Berdasarkan KBBI /tertarik/ adalah: kena tarik; ditarik (dihela dan sebagainya) bersama dengan yang lain. Yang artinya, kata “tertarik” tidak hanya mendorong individu untuk melakukan sesuatu, tetapi juga membuat nalurinya sebagai makhluk sosial terhubung. Kolerasi ini pada akhirnya dapat menguatkan keaktifan politik sebab sistem negara selalu berjalan jika ada orang yang membuatnya mengepakkan sayap. Jika rakyat tidak tertarik, sama saja semua hukum dan aturan yang dirancang sedemikian rupa tidak terlaksana.
BAGAIMANA?
Nah, jika dipikir bagaimana caranya untuk melaksanakan tatanan negara jika sudah tidak tertarik? Sebagai makhluk sosial, perlu dorongan dari naluri untuk melakukan sesuatu. “Namanya manusia, pasti butuh tujuan untuk melakukan sesuatu,” ujar teman si penulis pada tanggal 15 Februari 2023.
MILENIAL
Tertarik tidak harus mengimplementasikan politik sampai harus jadi penegak keadilan─tidak. Sebenarnya, pada era sekarang─yang mayoritas sudah memegang berbagai macam teknologi canggih─sudah cukup untuk tertarik pada politik. Apakah setiap warga negara wajib untuk tertarik pada politik? Tidak juga. Akan tetapi, tidak ada salahnya melek hukum dan/atau politik. Setiap manusia menghirup udara yang berbeda, ada yang mengalami konflik A; ada juga si tetangga barusan ketiban konflik B; lalu si Pak Toni misalnya habis tertimpa konflik C. Maksud penulis, kita hidup di tempo yang berbeda. Tidak semua orang dapat menyukai politik sampai memeluk jurnal politik sambil tidur, tetapi pada dasarnya semua konflik dapat diselesaikan dengan mempertimbangkan dan/atau mengimplementasikan sanksi dan/atau aturan yang ada. Jika memang tidak tertarik, setidaknya jangan mematikan keaktifan politik dengan cara melakbani pandangan. Kacamata hukum saat ini tertutup oleh lumpur, sebagai Warga Negara Indonesia kita perlu untuk membersihkan lumpur yang telah menutupi kacamata hukum.
Gambar 1.2 : pexels.com
***
Sekian, salam saya Thersia Phardeid. []
Komentar
Posting Komentar