Suara Hati Figuran Muram
Ibu, apa kabarmu di sana?
Ayah... Menyusul jua?
Malas terima stigma bahwa aku layak dihina, sebelumnya, aku juga sama saja dan mungkin tak ada perubahan.
Kemarin ia janji kirimkan uang
"Berapa nominalnya?"
Tidak... Aku tak berani menyebut. Bukan hak. Aku figuran muram,
Melihat banyak wajah-wajah takzim di sana, mereka sibuk menunggu jawabku, nuraniku yang terpendam. Jadi, ketika kamarku kosong, rumahku kosong, dapurku kosong, mereka siap menelan dengan seribu kuisioner.
Mereka jua sibuk wawancara...
Mungkin mic disuguhkan kepadaku dengan banyak wacana...
Bisakah kau melihat wajahku di koran berita? Ya! Ya! Aku figuran muram yang katanya menangis, menggonggong, merogoh kabarmu. Merogoh jawabanmu agar tak merasa sendiri.
Dan mungkin malam ini diadakan perjamuan dengan cawan merah, satu gelas. Atau kertas dan tinta, sebelas...
Pukul sebelas.
"Jadi seberapa kali kau mau update status WhatsApp demi tak kesepian, Saudara?"
Tidak tau,
"Begini saja,
sehari kamu update berapa kali?"
Hmm... Berapa ya?
"Kira-kira saja. 20 ada? Atau kurang, 10? Atau naik lagi, 30? 40?"
Ya... Ee... Mung, mungkin sekitaran 30, Mas. Bisa lebih bisa kurang tapi ada yang saya hapus lagi karena malas terima stigma,
"Tinggal sendiri?"
Sebentar lagi, kira-kira... Bulan depan, atau tengah bulan depan,
"Hm... Berat ya? Kamu anak tunggal?"
Iya. Gitu kira-kira, Mas.
"Anu, saya jadi sulit nih ngasih kamu bahan wawancara. Ee... Itu, anu, Mas... Ee... Tanggepa..."
Kasih yang gampang saja.
"Iya. Tanggepan kamu tentang relationship gimana, lagi booming di kalangan anak muda. Biasanya pada dibahas di tongkrongan."
Dalam konteksnya gimana, Mas. Waduh, agak bahaya.
"Walah... Walah... Ga mungkin, Saudara. Ga kayak podcast sebelah, identitas aman den lapeh!"
Baik, Mas. Jadi kadang saya guna itu hubungan punya biar merasa ada backingan ada temen, wajar aja si. Tapi saya tetap tau moral aja si, jadi jangan berlebih. Atau ada yang gadang reputasi palsu saya ndak ngeh. Itu aja si... Ini konteks apa neh, Mas? Relationship kan banyak. Hubungan internasional?
"Ndak, ah, menurut kamu aja kira-kira apa? Katanya anak muda banyak ide,"
Saya nanggepnya ya hubungan internasional. Ini saya ga basa-basi aja, udah basi di mari.
"Wow... Mindblowing..."
Engga. Bercanda aja, Mas.
"Ya?"
Jadi kalo ada bilang anak muda butuh validasi, it's not totally wrong. Saya sendiri senang kalo ada relationship harapannya mereka merasa ingin kulik diri saya lebih dalam. Atau penasaran sama saya. Atau merasa saya sepenting itu, atau apa kek.
"Problemnya gimana neh? Dalam semua konteks?"
Yes... Karya saya gak dihargai, Mas, agak miris demi merasa tenang saya kudu berfantasy dulu ada orang yang penasaran sama saya. Saya fantasikan ada se... Sesosok orang ya... Di, dia, kayak perhatian gitu, kalo saya sedih ditanyain duluan, "Kamu kenapa sedih? Gapapa dunia emang jahat kok, you worth to live," gitu katanya, tapi karena the reality-nya gak seperti itu. It, it, it just... Membuat saya makin nitih air mata,
"Waduh, mau dibilang berat, tapi ini keluarnya dari pikiran saja? Atau memang real banget?"
Totally real, Mas. Gak cuma karya, tapi semuanya cuma dirasa sekali lewat aja. Saya pengin yang ngeliat saya bukan cuma sekadar ngeliat saya kayak orang, atau kayak manusia, atau kayak hantu aja. Saya pengin diliat kayak objek yang sekrusial itu untuk ditelaah lebih dalem si.
"Hm... Ada faktor eksternal? Mungkin ada penyesuaian moral tertentu? Eh, eh, jangan salah anak muda keep asumsi yang gitu-gitu karena iri tuh liat temennya..."
Lah iya. Saya sedih, Mas. Ngelihat teman saya ditanyain. "Kenapa kamu sedih?" "Kamu lagi kesepian?" "Kamu mau ditemenin?" "Kamu mau ke mana?" Saya mana pernah dapat perhatian seperti itu, Mas... Adanya dapat janji manis.
"Hm... Dari siapa?"
#####
(sebagian teks menghilang pada artikel ini karena mengandung pelanggaran privasi)
"Wow... Problem anak muda gak jauh-jauh juga. Ee, i, in case masalahmu lebih berat aja..."
Iya.
"Iya? Gimana tuh? Sudah berapa lama merasa begini? Kesepian bertahun-tahun?"
Saya sudah dari kecil ditinggal ke mana-mana. Bapak sibuk kerja, Ibu juga sama aja ngajar jadi dosen, anu, gitu. Sibuk lapangan juga. Anu, itu kerja punya kaitan sama praktek. Anu, saya takut ke mana-mana selalu ngerasa orang mau jahatin saya, Mas.
"Waduh... Walah... Malangnya... Itu mah udah bukan kesepian lagi!!"
Apa?
"Iya"
Gimana...
"Kamu udah gak bisa ditolong pake janji aja, Dik,"
Loh iya, dari dulu,
"Hn..."
Apa? Ada yang lain?
"Komplikasimu agak serem, neh... Ga bisa dibiarin. Kamu, kamu, anu... Kemarin isi form-nya ada tulis sering tulis monolog biar ada tenang, ada puas, ada merasa validasi. Gimana? Gimana cara anu kamu dapat validasi? Tulisanmu dibaca orang?"
Iya, Mas, tulisan saya dibaca. Tapi ada juga yang ga dipublis, emang ada rasa tenang aja. Rasa-rasanya curhat, anu saya suka tulis monolog. Itu kan saya bicara sama diri sendiri. Nge-role bayangin kalau ada teman bicara...
"Krisis identitas?"
Mungkin, iya...
Komentar
Posting Komentar